Kamis, 15 Oktober 2015

sejarah dan urgensi bunyi dalam belajar bahasa



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELKANG
Ilmu bunyi adalah ilmu yang sudah ada sejak zaman dahulu, dan ilmu bunyi bukanlah ilmu yang baru pada abad ini, ilmu ini sudah dikenal di India, Yunani, Romawi, dan Arab sejak lalu. Ilmu bunyi mempunyai arti yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa baik yang mempunyi makna maupun bunyi yang tidak mempunyai makna. Dalam era globlalisasi ini, banyak orang-orang yang mengerti bahasa namun tidak mengetahui asal-usul dari bunyi tersebut, dan bagaimana urgensi-urgensi dalam mempelajari ilmu bunyi dalam belajar bahasa serta aplikasi-aplikasi fonetik dalam belajar bahasa, misalnya bahasa arab. Dengan demikian suatu bunyi itu dapat di pahami oleh pendengar maupun penuturnya. Oleh sebab itu, mempelajari ilmu bunyi sangatlah penting. Ilmu bunyi juga mempunyi cabang diantaranya fonetik dan fonologi, keduanya sangatlah berhubungan karena fonologi itu bagian dari fonetik itu sendiri. Dalam hal ini akan  dijelaskan tentang sejarah ilmu bunyi serta unsur-unsur yang ada didalamnya, aplikasi fonetik serta bagaimana akibatnya jika tidak mengindahkan ilmu bunyi. Dengan mempelajari semua itu, kita akan mengetahui bahwa sanya ilmu bunyi sangat penting. Dengan ilmu bunyi kita akan belajar tentang pembentukan, perpindahan dan penerimaan bahasa.
B.     TUJUAN
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah
2.      Untuk memahami sejarah Ilmu Bunyi
3.      Untuk memahami urgensi ilmu bunyi
4.      Untuk mengetahui akibat tidak mengindahkan bunyi
5.      Untuk mengtahui aplikasi dari ilmu bahasa arab
C.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sejarah ilmu bunyi?
2.      Apa urgensi bunyi dalam nahasa arab
3.      Bagaimana akibatnya tidak mengindahkan ilmu bunyi
4.      Apa saja aplikasi fonetik dalam ilmu bahasa arab


BAB II
PEMBAHASAN



A.SEJARAH SINGKAT ILMU BUNYI
Ilmu bunyi adalah ilmu yang sudah sangat lama. Ilmu ini telah dikenal di INDIA, YUNANI, ROMAWI, dan ARAB sejak beberapa abad yang lalu. Ilmuan yang pertama menggunakan istilah fonetik adalah ilmuan prancis G.Zoga dalam penelitiannya tentang huruf hieroglyph (huruf yang digunakan warga mesir kuno dalam menuliskan bahasa mereka), yang diadakan pada tahun 1797, kemudian disusul oleh Shampolion pada tahun 1822 dalam penelitiannya tentang fonetik hieroglyph dan diteruskan lagi oleh Kirby pada tahun 1826.
Pada tahun 1841, RG.Latham menggunakan istilah bunyi sebagai cabang ilmu fisika yang khusus berkenaan dengan bunyi (fonetik akustik). Pada tahun 1875, E.Bruke dan CL.Merkel menggunakan istilah ilmu bunyi sebagai salah satu bidang ilmu psikolog yang khusus berkenaan dengan ucapan. Pada tahun 1881, Sievers menggunakan istilah ilmu bunyi dengan maksud ilmu tentang bunyi bahasa, seperti pengertian kita sekarang ini.
Masuknya ilmu bunyi india kedunia barat, bermula dari terjemahan Max Muller terhadap buku Riz Veda Pratisakhye yang tertulis dalam bahasa sanskerta sekitar tahun1856. Ilmu bunyi di Yunani dianggap sebagian dari ilmu tata bahasa yang berhubungan erat dengan derivasi kata (turunan kata), etimologi (asal kata), semantik 9arti kata), dan penuturan kata dan kalimat. Plato , beliau inilah yang memperkenalkan adanya alofon dalam vokal dan konsonan bahasa Yunani. Pada awalnya ilmu  bunyi yang dikenal di yunani masih sangat sederhana.
Khusus tentang ilmu bunyi Al-Quran, ilmuan islam sejak dini telah mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap pemelihaaraan Alquran agar terhindar dari distorsi, baik bacaan maupun makna. Diantara upaya yang  mereka lakukan adalah mendeskripsikan makhraj dan sifat bunyi-bunyi Alquran dengan sangat detail, melebihi dari deskripsi yang dilakukan ilmuwan lain sampai sekarang. Ilmu bunyi Alquran tersebut mereka populerkan dengan nama ilmu tajwid dan ilmu qiraat.
Ilmu tajwid dan Ilmu qiraat termasuk ilmu yang pertama lahir setelah lahirnya islam. Dimana telah tercatat bahwa ilmu ini telah lahir pada abad      ke-3 H, ketika Abu Ubaid Qasim bin Salam (wfat 224 H0 meluncurkan bukunya yang berjudul Al-Qira’at. Kemudian disusul oleh Musa bin Abdullah bin Yahya Al-Haqani dengan meluncurkan kumpulan syairnya yang diberi nama dengan Qasidah Aal-Haqaniah yang berisikan bunyi-bunyi Alquran.
Kurangnya perhatian ulama dalam mengembangkan ilmu tajwid dan ilmu qiraat kemungkinan besar adalah karena kesakralan objeknya, yaitu Alquran, sebuah kitab suci yang tidak bisa diubah-ubah sehingga mengubah tajwid terkesan seperti mengubah Alquran.
Khalin bin Ahmad misalnya, telah menyusun sebuah kamus bahasa arab (‘Al-ain), yang entrinya disusun berdasarkan makhraj bunyi yang terjauh ditenggorokan. Upaya Khalil bin Ahmad ini dilanjutkan dan dikembangkan oleh muridnya Sibawaih dengan menyusun sebuah buku yang bernama Al-Kitab yang terdiri dari 4 jilid, dalam jilid ke-4 beliau membuat bab khusus tentang bunyi dan membuat namanya dengan Bab Al-Idgham.
Di pihak lain Ibnu Jinni (wafat 392 H) dalam bukunya (Sirru Shina’at Al-I’rab) telah memperkenalkan organ bicara, makhraj, sifat-sifat bunyi, vokal panjang dan pendek dan berbagai fenomena bunyi seperti tebal tipis, qalqalah, dan lain-lain. Ini semua menunjukkan bahwa linguis Arab juga mempunyai andil yang besar dalam melahirkan ilmu bunyi.
            Ilmu bunyi Arab ini adalah murni kreatif dari ilmuan Arab, bukan hasil adopsi dari ilmuan Yunani seperti yang dituduhkan beberapa kalangan.

B.URGENSI ILMU BUNYI DALAM BELAJAR BAHASA
            Ahli linguistik membagi bahasa ke dalam 3 unsur utama (unsur mikro), yaitu Unsur Bunyi, Unsur Struktur, dan Unsur Makna. Untuk lebih jelasnya lagi, berikut ini akan dibicarakan masing-masing unsur tersebut satu persatu.
1.               Bagian Dasar ( Unsur Bunyi )

Bunyi adalah bagian utama dan terutama dalam bahasa. Komunikasi lisan tidak akan terlaksana apabila tidak ada bunyi yang dituturkan dan diperdengarkan.
Ilmu yang kompeten mempelajari bagian ini adalah FONETIK (ilmu yang mempelajari tentang bunyi terlepas dari fungsi dan makna yang terkandung di dalamnya) dan FONOLOGI (ilmu yang membicarakan tentang fungsi dan arti bunyi).
Apabila unsur ini tidak diperhatikan maka bahasa yang dituturkan tidak akan dipahami dengan baik, atau mungkin akan dipahami dengan makna yang jauh berbeda dari maksud penutur. Maka memperhatikan unsur bunyi ( Fonetik dan Fonologi ) merupakan keharusan.
Ilmu ini masih belum mendapatkan proporsinya yang benar, dan belum diajarkan dihampir semua pesantren dan madrasah bahkan disemua Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.


2.                  Bagian Tengah ( Unsur Struktur )

Bunyi yang diucapkan haruslah mempunyai aturan dan susunan tertentu, jika tida maka bunyi tersebut akan dianggap sebaggai bunyi berisik tanpa makna. Ilmu-ilmu yang kompeten dalam bagian ini adalah NAHWU ( ilmu yang mempelajari tentang perubahan akhir kata i’rab dan susunan kalimat ) dan SHARAF (ilmu yang mempelajari perubahan bentuk kata )
Di indonesia ilmu ini mendominasi ilmu bahasa arab, justru bahasa arab sering diidentikkan dengan ilmu ini, dan sering ditemukan daiam jadwal disuatu perguruan yang memuat bahasa arab, tetapi yang diajarkan hanya nahwu dan sharaf saja. Ilmu ini telah diajarkan di semua perguruan, baik pesantren dan madrasah, begitu pula di perguruan tinggi agama islam diseluruh indonesia.

3.                  Bagian Atas ( Unsur Makna )
Target melakukan komunikasi lisan adalah untuk menyampaikan pesan kepada lawan bicara. Oleh karena itu, bahasa yang dituturkan tersebut harus mempunyai makna atau pengertian. Ilmu yang kompeten dalam bagian ini antara lain : ILMU BAYAN (  ilmu yang membicarakan tentang kalimat yang bermakna hakikat, majas, dan kinayah ). ILMU MA’ANI          ( ilmu yang membicarakan tentang kalimat khabariyah, insya’iyah, yang singkat dan yang panjang ). ILMU BADI’ ( ilmu yang membicarakan tentang keindahan makna dan keindahan lafal ).
Tidak memperhatikan bagian ini mengakibatkan suatu bahasa yang diucapkan kurang indah, bahkan bisa-bisa tidak indah sama sekali. Dari semua keterangan diatas jelas bahwa fonetik dan fonologi adalah unsur pertama dan paling utama dalam mempelajari suatu bahasa.
Banyak bahasa di dunia ini yang sirna karna tidak diketahui bagaimana cara menuturkan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Sebaliknya, bahasa ibrani yang konon sudah dianggap mati beberapa abad lamanya,bisa dihidupkan kembali karena cara menututrkan bunyi-bunyinya masih dapat diketahui dengan baik.

D.    AKIBAT TIDAK MENGINDAHKAN BUNYI

Banyak santri yang telah mempelajari bahasa asing, namun dikarenakan ia tidak memperhatikan unsur bunyi bahasa tersebut, sehingga terkadang bahasa yang diucapkan tidak dipahami oleh penutur asli bahasa itu sendiri, atau terasa asing ditelinga mereka. Kemungkinan besar hal ini terjadi akibat ilmu bunyi tidak diajarkan di sekolah tingkat dasar,menengah pertama, dan menengah atas di indonesia.
            Kemungkinan negetif tersebut dapat dijabarkan dalam beberapa bentuk sebagai berikut :

1.      Terjadi perubahan makna kata atau kalimat akibat terjadinya perubahan satu segmen dari bahasa yang dituturkan, seperti kata tarik akan berubah maknanya apabila bunyi terakhir k berubah menjadi f, menjadi tarif.

2.      Terjadi perubahan makna kata atau kalimat, akibat terjadinya pemisah kata atau perubahan dalam peletakan penggalan kata, seperti kata kemeja ( tanpa spasi/pemisah, diucapkan satu nafas ) yang berarti baju menjadi ke meja ( dipisahkan antara ke dan meja ) yang berarti menuju meja
3.      Terjadinya perubahan makna kata atau kalimat akibat perubahan letak tekanan pada salah satu kata yang dituturkan, seperti perubahan makna yang kita tangkap dari kalimat “kakak ali lulus ujian” dengan penekanan pada kata kaka berarti bukan ali dan bukan adik ali, dengan penekanan pada ali berarti bukan ahmad dan bukan hamdan, demikian seterusnya apabila tekanan jatuh pada kata lulus dan ujian.

4.      Terjadinya perubahan makna kata atau kalimat akibat perubahan intonasi, seperti perubahan intonasi  mendatar menjadi naik dan menjadi turun dan menjadi turun naik. Dengan perubahan intonasi kalimat  Ayah marah Ibu tertawa”, bisa berubah arti menjadi :
a.       Kalimat berita bahwa ayah marah dikamar tamu dan ibu tertawa didapur, tanpa ada hubungan antara keduanya.
b.      Kalimat bertanya, apakah benar ayah marah dan ibutertawa.
c.       Kalimat ketidak setujuan terhadap sikap ayah yang memarahi ibu yang sedang tertawa.
d.      Kalimat ketidaksetujuan terhadap ibu yang tertawa ketika ayah sedang marah.
e.       Kalimat keheranan mendengar perubahan sikap ayah yang memarahi ibu yang sedang tertawa, padahal selama ini hal itu tidak pernah terjadi.

5.      Terjadinya perubahan makna kalimat akibat perubahan peletakan jeda ( waqaf ) dapat kita lihat dalam kalimat, “ Dia baru datang sore Kamis dia sudah pulang “ dengan perubahan tanda jeda, kalimat ini bisa berarti :

a.       Dia baru datang, sore Kamis dia sudah pulang.
b.      Dia baru dateng sore, Kamis dia sudah pulang.
c.       Dia dateng sore Kamis, dia sudah pulang.

6.      Terjadinya perubahan makna kata atau kalimat akibat perubahan panjang pendek, seperti perubahan yang terjadi pada kata tanpa mad yang berarti hujan ke kata dengan mad pada yang berarti lapangan terbang (bandara)
Urgensi ilmu bunyi dalam bahas arab untuk non-arab (indonesia)        sangat dirasakan, mengingat bahwa ada beberapa bunyi bahasa arab yang tidak terdapat dalam bunyi bahasa indonesia, seperti:
Sehingga santri indonesia rentan melakukan kesalahan penuturan terhadap bunyi-bunyi itu. Sebaliknya juga ada juga bunyi bahasa indonesia yang tidak terdapat dalam bunyi bahasa arab,       (seperti ng, ny, c) sehingga santri indonesia sering memaksakan bunyi-bunyi tersebut ketika ingin menuturkan bunyi bahasa arab yang agak mirip dengan bunyi tersebut, seperti yang sering dituturkan dengan ng.
Urgensi yang sama juga dapat disarankan ketika belajar bahasa asing, karena setiap bahasa mempunyai sistem dan aturan tersendiri, yang apabila tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan bahasa yang dituturkan oleh santri bagaikan bahasa asing yang tidak dapat dipahami maknannya oleh pendengar.

D.APLIKASI FONETIK DALAM ILMU BAHASA ARAB
                 Urgensi ilmu fonetik dalam ilmu bahasa arab dapat dilihat dari beberapa aplikasi berikut.
1.Aplikasi Sharaf
Merupakan suatu ketentuan dalam ilmu sharaf bahwa setiap kata mempunyai bina (bentuk kata yang ditentukan oleh penggalannya) tersendiri.
Bina ada yang jonstan, tidak  berubah dan ada yang sarat berubah. Apabila suatu kata tidak sesuai dengan ketentuan itu maka kata tersebut dianggap bukan bahasa arab asli dan tidak disenangi. Fi’il madhi (kata kerja masa lalu) misalnya, mempunyai banayk wazan, diantaranya bina yang ditetapkan mabni atas fathah, seperti , yang terdiri dari 3 penggalan kata yang sama. Akan tetapi apabila bersambung dengan dhamir rafa’ yang berharakaat maka ketentuannya berubah menjadi mabni atas sukun, menjadi yang terdiri dari 3 penggalan kata yang berbeda.
Isim tashghir, nun taukid juga merupakan aplikasi sharaf yang sangat sarat muatan fonetik.
2.Aplikasi Nahwu
Orang yang belajar ilmu nahwu harus mengetahui dengan baik konsonan (bunyi huruf mati) dalam bahasa arab. Seperti dikatakan diatas bahwa dalam bahasa arab ada kata yang mabni (kata yang akhirnya tidak berubah-ubah, walaupun amil yang datang kepadanya berbeda-beda) dan ada kata yang mu’rab (kata yang akhirnya berubah-ubah sesuai dengan amil yang datang kepadanya)
      Isim mausul (kata penghubung) seperti adalah contoh kata yang berakhiran dengan vokal panjang yang menurut ulama nahwu mabni atas sukun. Dalam fonetik vokal tidak bisa mendapat harakat sehingga bisa disukunkan lagi, dalam hal ini huruf ya adalah vokal panjang maka tidak bisa mendapatkan harakat lagi. Oleh karna itu, isim mausul harus disebut mabni atas kasrah (karena konsonan terakhir adalah dzai yang berharakaat kasrah), bukan mabni atas sukun (karena ya adalah vokal yang tidak mungkin mendapat vokal lagi), seperti kebanyakan isim yang mabni lainnya.
  Isim isyarah (kata penunjuk) dan Isim maqsur (kata yang berakhiran dengan alif berbentuk ya) begitu juga Isim mu’rab yang mu’tal akhir (kata yang berakhir dengan huruf illat) adalah bidang aplikasi nahwu yang sarat muatan fonetik.


4.Aplikasi Ilmu Bayan
Fashahah, yaitu ketentuan yang mengharuskan agar suatu kata atau kalimat harus terhindar dari tanafur (kesulitan menuturkan kata karena terdapat bunyi-bunyi, yang makhrajnya sama atau berdekatan) dan syarat lainnya seperti asing/tidak familiar dan menyalahi ketentuan yang sudah mapan. Ini berarti dalam menentukan fashahah membutuhkan bantuan fonetik.
Dari sini jelas terlihat kentalnya aplikasi fonetik dalam bayan, mengingat bahwa fashahah merupakan syarat utama dan terutama dalam ilmu bayan.
5.Aplikasi ilmu Ma’ani
              Ilmu ma’ani adalah ilmu yang membicarakan tentang bentuk kalimat khabariyah (kalimat berita), insya’iyah, kalimat yang singkat (ijaz) dan yang panjang (itnab) dan beberapa masalah lainnya yang berhubungan dengan penyampaian suatu makna kepada orang lain. Dalam kaitan ini intonasi sangat memegang peranan penting karena suatu kata bisa berubah bentuk dari jumlah khabariyah menjadi jumlah insya’iyah atau dari bentuk thalab iltimas menjadi syukhriyah hanya dengan perubahan intonasinya.
                         Kalimat dengan intonasi mendatar, berarti jumlah thalabah (tolong saya wahai sang pemberani). Kalimat yang sama apabila diucapkan dengan intonasi naik turun maka berubah bentuk menjadi jumlah sukhriyah (ledekan, terhadap seorang yang mengaku lebih pintar dan lebih gagah dari orang lain).
Tekanan kata, lagu, panjang pendek, dan waqaf juga masalah ma’ani yang syarat muatan fonetik.
6.Aplikasi ilmu Badi’
                        Seperti diketahui bahwa badi’adalah ilmu yang membicarakan tentang keindahan makna dan lafal. Keindahan lafal sangat erat hubungannya dengan persamaan bunyi akhir kata atau kalimat. Oleh karena itu dalam ilmu badi’, populer istilah kalimat bersajak. Sajak sudah tentu merupakan aplikasi ilmu badi’ yang sarat muatan fonetiknya.
7.Aplikasi Penulisan
                        Tulisan adalah terjemahan dari bahasa lisan. Suatu terjemahan baru dikatakan valid, apabila semua ide dapat ditransformasi secara utuh. Agar bahasa tulisan dapat dikatakan valid maka tulisan itu harus memuat simbol bunyi (huruf) yang lengkap sesuai dengan bunyi yang terdapat dalam bahasa itu, disamping tidak diperkenankan adanya simbol yang bersamaan untuk 2 bunyi atau simbol yang tidak berguna.























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Bahwa sanya bunyi itu mempunyai dua kriteria yaitu bunyi yang tidak bermakna dan bunyi yang bermakna. Dalam  ilmu bunyi juga mempunyai urgensi-urgensi antara lain bagian dasar, bagian tengah dan bagian atas. Dengan demikian kita harus memperhatikan unsur-unsur bunyi, agar terhindar dari keslahan agar bunyi tersebut mempunyai makna. Selain unsur-unsur, bunyi juga mempunyai aplikasi fonetik dalam bahasa arab yaitu sharaf, nahwu, ilmu bayan, ilmu ma’ani, ilmu badi’ penulisan. Dengan demikian bunyi yang mempunyai makna dapat diterima oleh pendengar atau penutur.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar